Proses Produksi Matcha yang Autentik: Menelusuri Tradisi dan Teknologi di Baliknya

Matcha, bubuk teh hijau khas Jepang yang dikenal karena warna hijau cerahnya dan cita rasa umaminya, memiliki proses produksi yang sangat unik dibandingkan teh lainnya. Tidak sekadar menggiling daun teh hingga menjadi bubuk, ada serangkaian tahapan yang menentukan kualitas dan rasa matcha yang sesungguhnya. Artikel ini akan menelusuri proses autentik dalam produksi matcha, dari ladang hingga cangkir, serta memahami bagaimana teknologi modern beradaptasi dengan tradisi kuno.

1. Pemilihan Daun Teh: Dimulai dari Ladang yang Tersembunyi

Matcha berasal dari tanaman Camellia sinensis, sama seperti teh lainnya, tetapi yang membedakannya adalah metode penanamannya. Para petani matcha di Jepang, terutama di daerah seperti Uji (Kyoto), Nishio (Aichi), dan Shizuoka, menerapkan teknik shading, yaitu menutupi tanaman teh dengan tirai atau kanopi selama sekitar 20–30 hari sebelum panen.

Teknik shading ini bertujuan untuk meningkatkan kadar klorofil, yang memberi warna hijau cerah pada daun, serta meningkatkan produksi L-theanine, senyawa yang memberikan rasa umami khas matcha. Daun yang terkena sinar matahari terlalu banyak justru akan menghasilkan rasa pahit yang kuat—itulah mengapa shading adalah langkah krusial dalam produksi matcha berkualitas tinggi.

2. Panen dengan Ketelitian Tinggi

Panen dilakukan secara manual, terutama untuk matcha berkualitas tinggi seperti Ceremonial Grade. Hanya daun termuda dan terbaik yang dipetik, biasanya daun pertama dan kedua yang tumbuh di musim semi. Ini dilakukan agar matcha yang dihasilkan memiliki tekstur yang lebih lembut dan rasa yang lebih kompleks.

Setelah dipetik, daun tidak langsung dikeringkan, melainkan mengalami proses steam-fixation, yaitu pemanasan dengan uap selama beberapa detik untuk menghentikan oksidasi. Ini menjaga warna dan rasa khasnya tetap segar.

3. Pengeringan dan Pemilahan: Dari Tencha ke Matcha

Daun teh yang telah dikukus disebut Tencha, yaitu bahan mentah sebelum diubah menjadi matcha. Tencha dikeringkan dengan teknik khusus agar tetap ringan, tidak menggumpal, dan mudah digiling. Daun-daun ini kemudian disortir dengan hati-hati—urat daun dan batangnya dihilangkan, sehingga yang tersisa hanya bagian daun yang paling lembut dan kaya rasa.

Di sinilah perbedaan utama matcha dengan teh hijau biasa. Pada teh hijau konvensional, daun tetap utuh dan direndam dalam air saat diseduh. Sedangkan pada matcha, seluruh bagian daun dikonsumsi dalam bentuk bubuk, sehingga semua nutrisi di dalamnya benar-benar terserap oleh tubuh.

4. Penggilingan dengan Batu Granit: Tradisi yang Tak Tergantikan

Setelah Tencha siap, proses terakhir adalah menggilingnya menjadi bubuk ultra halus. Cara terbaik dan paling autentik adalah menggunakan stone mill, yaitu batu granit yang berputar perlahan untuk menghancurkan Tencha secara bertahap.

Kecepatan penggilingan sangat dikontrol—terlalu cepat bisa menghasilkan panas yang merusak rasa dan aroma matcha. Proses ini membutuhkan kesabaran luar biasa: dibutuhkan sekitar satu jam hanya untuk menggiling 30–40 gram matcha berkualitas tinggi.

Hasil akhirnya adalah bubuk hijau yang sangat halus, dengan tekstur mirip bedak, yang menjadi ciri khas matcha berkualitas tinggi.

5. Penyimpanan dan Pengemasan: Menjaga Kesegaran

Karena matcha sangat sensitif terhadap oksidasi dan cahaya, penyimpanan menjadi bagian penting dalam menjaga kualitasnya. Bubuk matcha biasanya dikemas dalam wadah kedap udara dan disimpan di tempat yang sejuk dan gelap. Untuk kualitas terbaik, bahkan ada beberapa produsen yang menyarankan penyimpanan di kulkas agar matcha tetap segar lebih lama.

Menjaga Tradisi di Era Modern

Meski teknologi semakin berkembang, banyak produsen matcha berkualitas tinggi tetap mempertahankan metode tradisional yang telah berlangsung selama berabad-abad. Di Jepang, beberapa penggilingan batu granit masih digunakan seperti zaman dulu, meski sudah ada mesin otomatis yang mempercepat proses.

Tantangan terbesar industri matcha saat ini adalah memenuhi permintaan global tanpa mengorbankan kualitas. Dengan semakin populernya matcha sebagai bahan utama dalam berbagai produk kuliner—dari latte hingga kue dan es krim—pelestarian metode tradisional menjadi semakin penting untuk mempertahankan esensi asli matcha.

Sebagai pecinta kuliner dan bisnis, kamu bisa melihat bagaimana matcha bukan hanya tentang rasa, tapi juga filosofi kesabaran, ketelitian, dan keseimbangan antara tradisi dan inovasi. 🍵

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top